Sabtu, 26 April 2008
Ibu. . .
Seorang Ibu memiliki hati bidadari
Engkau boleh bersembunyi di balik topeng apa saja
Topeng hujan. Kemarau. Atau angin puting beliung.
Engkau pun boleh bersembunyi di mana saja
Hutan belantara. Istana megah. Atau bahkan lubang semut
Seorang Ibu memiliki jiwa yang tulus
Cintanya akan menemukanmu kembali. . .
CinTa..??
Apakah rasanya cinta?
Maniskah? Asin? Atau.. pahit?
Seperti apakah parasnya?
Apakah seperti matahari yang kemilaunya membuat mata silau?
Apakah seperti angin yang membelai dengan kesejukan yang nyalang?
Apakah seperti bintang yang sinarnya terang gulita?
Jika ada yang bertanya padamu tentang cinta,
Tak perlu bingung!
Jawablah dengan apa saja.
Sebab cinta adalah matahari. Adalah angin. Adalah bintang
Adalah segala. . .
Semua ada karena cinta; Aku, kau, mereka, kita.
aTaS naMa ciNta..
Apakah jika tak bernama mawar, maka mawar tak akan harum?
Apakah bila tak bernama matahari, maka matahari tak akan bersinar?
Maka, selayaknya bidadari bersayap ungu,
Kuberikan senyumku pada semesta
Sebab aku lahir dalam senyuman
Agar bumi tempatku berpijak tersenyum padaku
Maka, boleh kau panggil aku apa saja
Asalkan itu atas nama cinta. . .
Selasa, 22 April 2008
Resensi Diorama Sepasang Al Banna
Category: | Books |
Genre: | Religion & Spirituality |
Author: | Ari nur |
Cerita ini diawali dengan pertemuan ryan dan rani disebuah biro arsitek terkenal di jakarta, KAN PETRA.
Rani merupakan salah seorang pelamar yang beruntung bisa diterima bekerja di Kan Petra, dengan menempati posisi drafter digabungkan bersama dengan pelamar lulus lainnya, membentuk satu tim, tim sembilan (siva, dinda, vivi, dena, joy, ganda, irul dan kim). Tim ini dipimpin dan dikoordinir oleh seorang ekksekutif muda Kan Petra yang terkenal jenius tetapi mempunyai sifat yang dingin, tegas, perfeksionis bahkan terkesan angkuh, dialah Ryan. Sebenarnya Ryan pernah menjadi seorang aktifitas dakwah, hanya saja karena sesuatu hal dia futur ditengah jalan, dan kehidupan dilingkungan kerjanya memperburuk kondisi ruhiyah ryan.
Rani yang bekerja dengan idealismenya, tetap mengedepankan dakwah dan nilai2 agama, sedikit banyak mampu mewarnai beberapa teman satu timnya. Konflik muncul ketika Siva, salah seorang teman dekatnya salah paham dengan hubungan Ryan dan Rani. Tetapi konflik ini menjadi pemicu Ryan dan Rani untuk berta'aruf, dan pada akhirnya, dengan menyelesaikan segala pertentangan batin, dan perbedaan status, mereka menikah.
Pernikahan tanpa proses pacaran, menimbulkan cerita menarik tersendiri, joke2 kecil yang terlontar dari sepasang suami istri yang sedang merasakan indahnya pacaran sesudah menikah, membuat kita tersenyum senyum sendiri.
Tetapi kehidupan rumah tangga tidaklah selalu mulus, pernikahan sepasang manusia yang berbeda cara pandang dalam memaknai kehidupan itu (Ryan yang cenderung komersil oriented, dan rani yang berpegang teguh dengan dakwah oriented) menimbulkan riak2 kecil dalam rumah tangga mereka, apalagi ketika mereka mulai mendirikan biro arsitek sendiri "albanna - sang pembangun", perbedaan prinsip semakin mencuat dan semakin jelas kelihatan.
Tetapi mereka sadar, tidak ada yang sempurna didunia ini, mereka mencoba untuk koreksi diri, dan mencoba saling melengkapi satu sama lain. Akhirnya kisah itupun berakhir dengan ending yang membahagiakan.
------------------------------------------the end....^_^..---------------------------------------
hmm….ada satu kalimat ryan di novel ini yang sangat menohok hatiku ketika membacanya, tetapi insya ALLAH menjadi motivasiku untuk selalu memperbaiki diri:
“…….wanita zaman sekarang, begitu pinter.. eeeh akhlaknya ntah kemana, giliran agamanya yang lempeng, bodohnya minta ampun….) hal : 114
dari kata2 ryan berarti ada 4 golongan wanita :
1. yang pinter dan agamanya lempeng
2. yang gak pinter tapi agamanya lempeng
3. yang pinter tapi agamanya gak lempeng
4. yang gak pinter dan agamanya gak lempeng
ya…ALLAH….yang maha penilai..termasuk golongan wanita manakah aku?
Minggu, 20 April 2008
Diorama Sepasang Al Banna #2 : Jodoh
Sepucuk surat dari seorang ayah kepada anak yang dikasihinya yang sedang merayakan ulang tahun ke 17Hmmm... Pertama baca tulisan ini aku jadi mikir, aku termasuk golongan wanita yang mana yah? Maunya sih yang baik agamanya ;) hehehe tapi ditambah cantik + pinter juga mau doong.. *siapa juga yang gak mauu??
"Selamat Ulang Tahun, Ryan pinter.
Awas, jangan pacaran ya, entar kamu jadi bodoh! Kalau kamu sudah saatnya menikah, pilihlah wanita dari yang cantik, yang pinter, yang kaya, yang turunan ningrat, dan yang baik agamanya, pilihlah yang terakhir. Kau akan bahagia.
Cium Sayang,
Papi Tono."
Gak tau ini bener atau gak, karena aku sendiri belum menikah. Tapi baguslah untuk referensi :)
Btw, Al Banna itu artinya "Sang Pembangun". Novel ini kan memang menceritakan tentang sepasang kekasih (suami istri) yang keduanya berprofesi sebagai arsitek, yang erat dengan kegiatan bangun membangun rumah, dll. Dan kemudian membuat perusahaan arsitektur sendiri yang diberi nama "Al Banna". Cocok kan? ;)
Diorama Sepasang Al Banna #1 : Diingatkan kepastian Mati
Tapi lama kelamaan aku terhanyut. Sebenernya belum selesai baca buku ini, tapi aku ingin membuat suatu catatan, sebuah tanda untuk sebuah bagian yang aku sukaaa banget... Mengena dan menyentuuh :D hehehe Inilah petikannya..
Sepertiga malam, sesudah tahajud...Ambisi, obsesi dan cita-cita terkadang membuat kita terlupa akan mati. Kadang kita merasa apa yang kita dapatkan kini adalah hasil jerih payah kita sendiri... Kita lupa bersyukur dan menyadari bahwa semuanya bukan dan tidak pernah milik kita, semua terjadi karena karunia Allah SWT. Mungkin saking asiknya mengejar mimpi, kita lupa akan "kepastian" yang akan datang kepada kita. Kepastian yang dimana tak satupun orang yang mampu menghindarinya. Kepastian yang akan datang pada setiap diri, yang tidak diketahui kapan waktunya. Namun di lain pihak, kepastian itu bukan untuk dipandang sebagai sesuatu yang menakutkan. Melainkan sebagai suatu hal yang memacu agar setiap diri berlomba berbuat kebaikan dan memohon kepada Allah agak sekiranya Ia berkenan.. insya Allah.. Amiin...
[Percakapan antara dua sahabat perempuan]
"Siv..." sapa Rani dengan lembut,"... dalam kehidupan ini, ada kepastian dan ada ketidakpastian.Kita tidak tahu apa yang akan terjadi esok, kita tidak tahu bakal dapat tugas apa, itu contoh dari ketidakpastian hidup."
"Dan sesuatu yang paling pasti diantara kepastian itu adalah kematian. Kematian bukan untuk dijadikan bayangan menakutkan dan membekukan langkah-langkah kita dalam menempuh hidup ini. Tapi itulah titik kulmunatif kehidupan, titik tuju sarat konsekuensi. Ketika segala sesuatu yang bersifat materi tak lagi bernilai. Namun, amal-amal kitalah yang akan menjadi teman paling setia dan akan menjadi bekal di yaumul hisab nanti."
"Kita hidup, kita punya cita-cita, kita punya obsesi, bahkan ambisi.Bisa saja melambung tinggi, tak terbatas karena sifatnya yang abstrak. Tapi ingat, ada yang memenggalnya."
Rani meraih telapak tangan Siva, dan kemudian membuat coretan abstrak dengan jarinya. Sebuah garis lurus yang terpenggal oleh komposisi garis berbentuk persegi panjang.
"Rasulullah pernah menggambar seperti ini di tanah dengan ranting. Garis lurus ini menggambarkan hidup kita, cita-cita kita dan kotak ini adalah kematian yang akan memenggalnya."
"Dari Ibnu Mas'ud ra., ia berkata: Nabi SAW membuat gambar empat persegi panjang. Di tengah-tengah ditarik satu garis sampai keluar. Kemudian beliau membuat garis-garis pendek di sebelah garis yang ditengah seraya bersabda: Ini adalah manusia dan empat persegi panjang yang mengelilinginya adalah ajal. Garis yang diluar ini adalah cita-citanya, serta garis yang pendek adalah hambatan-hambatannya. Apabila ia dapat menghadapi hambatan yang satu, maka ia akan menghadapi hambatan-hambatan yang lain. Dan apabila ia menghadapi hambatan yang lain, maka ia akan menghadapi hambatan yang lain lagi.."
Begitulah. Ketika seseorang mengingat kematian, disitulah ia baru memulai kehidupan.
Saat kepastian itu kita harus siap. Sudahkah kita menyiapkan bekal yang dibutuhkan untuk hari kembali nanti?
Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam syurga maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan"
[QS Ali 'Imran ayat 185]
Selasa, 15 April 2008
Spesial For Muslim: Menikahlah Jika Semua Syarat Sudah Tercukupi!
Wahai Muslim. Jangan terlalu pilah – pilih. Jika agama muslimah itu baik, maka segeralah persunting Muslimah itu agar tak diambil oleh yang lain. Tiada kebahagiaan lagi bagi para muslim selain istri yang sholehah.
Jangan seperti sahabat saya, masih belum menikah karena mencari muslimah sholehah yang wajahnya cantik. Ya, sulit deh. Padahal umurnya sudah diatas 30-an. Gitu deh, dia pilah – pilih mencari istri yang belibet. Harus sholehah dan cantik. Memang sih ada, tapi, terkadang sulit mencarinya. Jadi, patokan cantik agamanya adalah prioritas (baca:harusnya).
Jadi, jika anda neko – neko mencari calon istri, maka, bersiap – siaplah berlama – lama untuk membujang. Ya, jadi bujangan tua deh! Nggak mau kan? Makanya, buruan, menikah jika semua syarat – syarat utama sudah terpenuhi.
Jilbab Lebar dan Panjang Bukan Hanya Milik Segelintir Muslimah!
“Kenapa ya, Muslimah yang lain nggak mau pakai jilbab lebar dan panjang?” kata si A disela – sela dialognya ketika berkumpul dengan sahabat lainnya.
Si B menjawab, “Masalahnya saat ini, jika seorang muslimah memakai jilbab lebar dan panjang. Mereka sudah bisa dikenal identitas bahwa dia (baca: Muslimah) tersebut berasal dari pergerakan atau harokah ISLAM: X, Y, Z. dll.”
Mendengar cerita itu, saya jadi tertarik menuliskan dalam blog saya ini. Siapa tahu, ada Muslimah (baca: belum berjilbab lebar dan panjang) yang membaca tulisan saya ini.
Duhai saudariku, jilbab lebar dan panjang (baca: jilbab yang menutup dan tidak menampakkan aurat wanita meskipun hanya sebuah lekukan pada tubuhnya) bukan hanya milik segelintir orang. Jilbab lebar dan panjang itu adalah milik semua Muslimah yang kakinya masih menginjak di bumi ini. Muslimah yang taat pada Syari’at ALLAH SWT. Jadi, jangan takut menggunakan jilbab panjang dan lebar karena itu perintah ALLAH SWT dan Rasul-NYA. Jadi, ber-azzam-lah untuk memakai jilbab yang disyari’atkan mulai saat ini. Amin.
Butuh 1.830 Miliar Dolar As Untuk Menahan Global Warming!
Global warming, sebuah fenomena alam yang diprakarsai oleh sifat manusia yang serakah. Sehingga bumi yang diciptakan oleh Allah SWT menjadi tidak seimbang dalam hal komposisi udaranya. Panas. Panas. Panas dan panas.
Hasil rapat para pakar lingkungan di Bangkok beberapa bulan lalu menghasilkan rumusan bahwa untuk menahan atau berusaha menurunkan global warming adalah dibutuhkan paling sedikit sekitar 1.830.000.000.000 dolar AS. Jika detik ini harga dollar AS dalam rupiah berkisar 9.500 maka 1.830 miliar dollar AS adalah 17.385.000.000.000.000 rupiah. Terbayang tidak? Uang sebesar itu digunakan hanya untuk sebuah usaha agar suhu bumi tidak naik 2 – 4 derajat celcius.
Desember 2007 ini, beberapa negara berkembang seperti Indonesia, Brazil dan negara lain yang masih memiliki banyak hutan dan lahan akan mendapatkan bantuan dana dari beberapa negara maju untuk menanami kawasannya dengan tanaman atau pohon – pohon atau untuk menghutankan kembali kawasannya. Kabar yang beredar adalah bahwa Indonesia akan kebagian 100-an milir dollar untuk menghijaukan kembali kawasan hutannya. (Ya Allah, semoga uang itu tidak di korupsi oleh siapa pun. Amin.)
Sebenarnya, jika setiap orang mau berlaku bijak terhadap alam, maka global warming bisa dikendalikan. Namun, apa daya, keserakahan kita telah membuat kemurkaan yang harus kita bayar mahal, bahkan dengan nyawa kita dikemudian hari, insya Allah.
Mari, sebelum terlambat. Tanamlah pohon, tanaman, perdu dan semak disekitar rumah kita. Jangan gunduli semua rumput dipekarangan kita, karena rumput itu cukup berperan dalam pengurangan global warming di lingkungan rumah kita. Hematlah dalam menggunakan energi – energi yang akan menaikkan global warming. Berhentilah merokok, kalaupun anda harus merokok, maka telanlah asap rokok itu oleh anda. Karena asap rokok yang anda hembuskan akan melukai banyak orang, termasuk saya. Camkan itu.
Andakah Tujuh Golongan Yang Selamat di Mahsyar itu?
Alhamdulillah. Allahumma sholli ‘ala Muhammad. Amma ba’d.
Duhai diriku..
Duhai ummat manusia..
Apakah kita termasuk tujuh golongan yang disebutkan dalam hadits Rasulullah Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan Imam Muslim?
[Ya Allah, jadikan Hamba salah satunya. Bahkan Hamba akan berusaha untuk menjadi manusia yang masuk kedalam tujuh kelompok itu. Bimbing Hamba untuk menjadi tujuh orang itu, Ya Allah. Insya Allah, Amin.]
Ketika itu, Abu Hurairah RA berkata, Rasulullah Muhammad SAW bersabda, “Tujuh golongan yang akan dinaungi Allah SWT dalam naungan-NYA pada hari yang tiada naungan selain naungan-NYA (di hari Mahsyar). Mereka adalah imam (pemimpin) yang adil. Pemuda yang hidupnya dipenuhi dengan beribadah kepada Allah SWT. Orang yang hatinya selalu terpaut dengan masjid. Dua orang yang saling mencintai karena Allah SWT, keduanya berkumpul karena Allah SWT dan berpisah karena-NYA. Laki – laki yang dirayu wanita cantik dan terpandang (untuk berzina dengannya) dan ia menolaknya seraya berkata , ‘Sesungguhnya aku takut Allah SWT.’ Dan orang – orang yang bersedekah secara sembunyi – sembunyi sampai tangan kirinya tidak mengetahui apa yang disedekahkan tangan kanannya. Dan orang yang khusyu berdzikir kepada Allah SWT lalu bercucuran air matanya.”
[HR Bukhori No. 620 dan HR Muslim No. 1712]
Membaca kabar ini. Apa yang akan kita lakukan? Ayo, perbaiki diri kita. Mendekatlah kepada Allah SWT dengan ilmu yang mengokohkan iman dan diaplikasikan dengan amal perbuatan. Apakah kita termasuk dalam tujuh golongan diatas? [ayo, tanyalah diri kita].
Oh diriku, semangatlah dalam ber-islam yang benar. Karena perjalanan-mu masih panjang. Di depan sana, masih ada era kehidupan yang sangat panjang. Bahkan sangat panjang…panjang…panjang…panjang dan panjang. Persiapkan bekal yang banyak untuk mengarungi perjalanan-mu. Selamatkan diri-mu dan keluarga-mu dari kebinasaan di hari esok.
Ayo diri-ku. Paculah dirimu untuk memahami islam dengan benar. Seperti islam yang difahami oleh Nabi-mu, Muhammad SAW. Yang juga difahami oleh sahabat – sahabat Nabi, dan pemahaman para generasi terbaik di era dulu.
Diri-ku, jangan menyerah. Jika kau bersungguh – sungguh untuk memahami islam, maka Allah SWT akan membantu-mu, insya Allah. Amin.
Wassalamu’alaikum Warahmatullohi Wabarakatuh
Perokok = Bodoh atau Tidak Tahu?
Kenapa anda merokok? Mohon dijawab secara ilmiah jika memang rokok dapat menyehatkan anda.
Maaf, apa anda tidak mengerti tulisan kecil disetiap iklan atau bungkus rokok?
Merokok dapat menyebabkan A sampai Z. Lalu, kenapa anda masih merokok juga? Bukankah hanya orang bodoh saja yang ingin menyakiti dirinya sendiri.
Jika memang anda tidak tahu bahaya merokok, tanyalah kepada orang pintar disekitar anda soal bahaya rokok.
Jadi, hemat saya, sisihkan uang anda untuk mecerdaskan insan dan mensejahterakan manusia di sekitar kita.
Maaf ya...
Salam ukhuwah bagi para perokok yang mau berubah untuk tidak merokok,
Kamis, 03 April 2008
Kenapa Ikhwan “Enggan” Menikah?
Mereka menanti dengan gundah. Mempertebal kesabaran. Memperbaiki diri. Berdoa. Bahkan mengajukan “proposal kesiapan” pada sang murobbi. Namun, apa mau dikata, jodoh yang dinanti tak jua kunjung datang.
Merunut pada satu atau dua dekade lalu, pernikahan di antara ikhwan dan akhwat tampak begitu mudah terwujud. Sebentuk kemauan seolah cukup untuk dirangkai menjadi tekad bulat. Lewat murobbi atau perantaraan teman sendiri, satu demi satu pasangan muda mantap mengarungi bahtera rumah tangga.
Masih kuliah, atau sudah sarjana, sudah bekerja atau baru merintis usaha, Batak-Sunda atau Padang-Madura, UI-LIPIA atau Sarjana-SMA, tidak begitu menjadi soal. Bahkan kerut kening orangtua yang awalnya ragu mampu diatasi dengan pembuktian kemampuan diri dan sebentuk keyakinan yang sudah mengurat akar: Menikah adalah sebuah ibadah, penguatan dakwah, dan sunnah Rasulullah. Untuk apa menunda-nundanya?
Namun kini, dunia telah berubah. Jumlah lajang ikhwan dan akhwat ditengarai semakin banyak namun herannya soal pernikahan tak lantas menjadi semakin marak.
Bila diingat bahwa sebagian besar akhwat masih menjadi pihak yang menanti datangnya jodoh, dan dibatasi oleh “jam biologis” yang cukup ketat mengikat, pertanyaan pun akhirnya disampirkan pada kaum ikhwan yang ditengarai semakin betah berlama-lama melajang. Mengapa akhi?
Penurunan kematangan tarbiyah
Memasuki gerbang pernikahan memang bukan sekedar membutuhkan tindakan menikah, tetapi juga mindset—semacam keyakinan—yang jelas untuk siap menikah. Ustadz Amang Syafrudin, Lc, menjelaskan, agaknya soal mindset inilah yang sedikit banyak tengah mengalami perubahan.
“Pada tahun-tahun yang sudah berlalu dulu, mindset pernikahan di kalangan ikhwan lebih didasari oleh kematangan tarbiyah mereka yang pada akhirnya juga mempengaruhi kematangan kepribadian mereka.”
Kematangan tarbiyah ini, yang oleh Ustadz Amang disebutkan bisa didapat melalui tarbiyah dzatiyah (proses pembelajaran secara individual) ataupun lewat mekanisme tarbiyah di masyarakat semacam majelis ta’lim atau aneka pengajian, memang diketahui mampu mengasah pribadi-pribadi muslim untuk memiliki pemahaman yang mendalam dan keyakinan yang mengakar soal pernikahan.
“Bahwa menikah adalah sebuah ibadah, sunnah Rasul, jalan untuk memelihara kesucian diri, sarana membangun stabilitas diri, mengasah tanggung jawab dan akan mematangkan proses pendewasaan dirinya benar-benar dipahami dan diyakini dengan kuat, sehingga bimbingan Allah, liddiniha benar-benar dijadikan ukuran utama untuk menyegerakan pernikahan.”
Namun, Amang menilai, saat ini, kematangan tarbiyah telah menurun pada banyak ikhwah. Keyakinan dan pemahaman akan keutamaan bersegera menikah tidak lagi mengemuka. Ditambah lagi, aspek kehidupan pragmatis nyatanya telah mengalihkan mindset pernikahan ini pada ukuran-ukuran lingkungan.
“Masalah-masalah nikah memang jadi kurang disinggung apalagi dibahas mendalam dalam berbagai pengajian. Tambahan pula, era kehidupan yang semakin terbuka telah meningkatkan kebutuhan-kebutuhan kita pada masalah-masalah sosial, ekonomi, hingga politik telah menyita pemikiran kita. Semakin terpinggirkanlah urusan-urusan nikah ini dari mindset kita, karena yang asyik mengejar sisi ekonomi, sampai “lupa” menikah. Yang asyik mengurusi soal politik, juga bisa “lupa” menikah,” papar lulusan LIPIA ini lagi.
Industrialisasi dan pragmatisme
Senada dengan Amang, psikolog Indra Sakti juga menyoal kondisi lingkungan yang mempengaruhi perubahan pola pikir dan perilaku banyak orang soal nikah.
“Ada kemungkinan, dinamika sosial budaya masyarakat, termasuk soal industrialisasi, mempengaruhi perilaku menikah individu-individunya,” kata psikolog lulusan Universitas Indonesia ini membuka wacana. “Sebab, kalau kita lihat, usia menikah seseorang semakin “tua” pada masa kini. Dulu, tahun 70-an misalnya, belum menikah di usia 20-an itu sudah tergolong “terlambat”, tetapi sekarang, melajang di atas usia 30 pun masih terhitung biasa-biasa saja.”
Padahal, papar Indra, dalam hidupnya, manusia tetap memiliki tugas-tugas perkembangan kemanusiaan yang tak berubah. Yaitu fase-fase perkembangan diri yang pada setiap tahapnya memiliki aktivitas utama yang harus dijalani dan amat berguna untuk proses penapakan hidup selanjutnya.
Bila ada satu tugas perkembangan hidup yang terlewat, tentu dia akan kesulitan menapaki proses selanjutnya. Misalnya, pada usia 20 hingga 30-an, umumnya manusia tengah berada dalam fase dewasa dengan aktivitas utama mencari dan menemukan pasangan hidup, menikah, serta menjalani berbagai hal terkait persoalan tersebut. Sementara menjelang 40 tahun mereka mulai memasuki fase menemukan filosofi hidup, pemaknaan, dan pemantapan arah hidup.
“Tetapi, kalau sampai usia 30-an masih saja belum memasuki keseriusan mencari dan menemukan pasangan hidup, atau menjadi orangtua, dapat dikatakan, orang ini akan menjadi pribadi yang tidak utuh dalam menapaki proses hidup selanjutnya, karena ada sesuatu yang hilang dalam dari kepribadiannya,” urai ayah empat anak yang menikah saat masih kuliah ini.
Tak heran, lanjut Indra, orang-orang yang betah menjomblo hingga, katakanlah usia 35 tahun, cenderung senang dengan perilaku-perilaku nge-dugem, mengisi waktu untuk saat itu saja. Berpikiran pendek, karena memang kehilangan orientasi jangka panjang.
“Kepribadian tak utuh memang akan berdampak pada munculnya kekosongan hidup, hampa, tidak bermakna, punya kecemasan, hingga loneliness, kesepian pada diri seseorang.”
Tapi sayangnya, sebagaimana dijelaskan Amang dan Indra, industrialisasi atau pragmatisme hidup agaknya memang telah memundurkan semangat menyegerakan pernikahan.
Syarat dan pilihan
Memang sih, usia menikah tidak bisa diukur sama rata, tergantung kematangan dan kesiapan diri. Batas awal usia menikah yang dianggap umum pada tiap kultur masyarakat pun berbeda. Ada yang dimulai pada usia belasan tahun, ada yang dua puluh tahunan.
Tetapi, jelas Indra Sakti, batas akhirnya cenderung sama, yaitu pada akhir 30-an, karena bila dilihat dari tugas perkembangan manusia, usia menjelang 40 tahun ini seseorang sudah mulai memasuki fase menemukan hakikat hidup, pemaknaan akan tujuan hidup, arah hidup dan sejenisnya.
Kalau begitu, bagaimana bila sesosok ikhwan—meski sudah memasuki usia umum menikah—masih betah menjomblo karena punya alasan khusus berkaitan dengan syarat atau pilihan yang belum pas? Belum ketemu calon yang cocok misalnya, atau belum mapan secara ekonomi?
“Punya syarat dan pilihan ya sah-sah saja, seperti misalnya ingin calon isteri yang berprofesi dokter. Boleh-boleh saja kok,” kata Ustadz Amang.
Tetapi, lelaki kelahiran Sukabumi 43 tahun lalu ini lantas menambahkan, setiap syarat atau pilihan itu jangan sampai menjadi hambatan yang menyulitkan diri karena mempersulit diri justru dilarang dalam Islam.
“Akhwat dokter kan tidak banyak, dari yang ada pun pasti punya pilihan juga. Jadi, jangan sampai menikah terhambat gara-gara bersikeras ingin mendapat calon berprofesi dokter. Selain tidak syar’i, suasananya (pencariannya—red) juga jadi tidak balance kan?” tegas Amang.
Sementara soal kemapanan, Ketua Yayasan Al-Qudwah Depok ini mengingatkan para ikhwah untuk semakin meyakini janji Allah dalam memberi kecukupan rezeki pada mereka yang mau menikah (AnNur:32)
“Kita memang bisa cari rezeki dengan menikah. Sebab, dengan menikah, seseorang itu kan dirangsang untuk bertanggungjawab. Maka menikah benar-benar bisa menjadi stimulan yang sangat kuat bagi seorang ikhwan untuk mencari nafkah, memenuhi tanggung jawabnya.”
Sedikit berbeda, Indra Sakti menyebut bahwa soal ketidaksiapan ekonomi umumnya hanya sekedar menjadi “kambing hitam”. “Saya mendapati, keengganan atau betahnya seorang ikhwan menjomblo sebenarnya lebih dikarenakan keengganannya untuk bertanggung jawab,” ungkapnya.
Berdasarkan pengalamannya sebagai psikolog, Indra lantas menyebut, keengganan menikah pihak lelaki dalam menikah umumnya terdiri atas tiga alasan besar; pertama karena dia tidak betul-betul meyakini tipe mana yang cocok buat dia sehingga selalu saja melihat calon yang ditawarkan sebagai tidak cocok.
Kedua, keraguan untuk bertanggungjawab terhadap orang lain. Dan ketiga ketiadaan kemandirian secara sosial. Sebagai contoh, ada sosok yang walau sudah kerja, sudah sarjana, tetapi nyatanya sangat tergantung pada orangtua.
Maka, demi menghindarkan diri dari alasan-alasan yang sesungguhnya berpangkal pada persoalan kepribadian sendiri, mulai sekarang, asahlah diri agar semakin matang dan tidak ragu-ragu lagi untuk menikah. Wallahu a’lam.
—dari : majalan UMMI, edisi Juni 2007—
Teruntuk para Ikhwan yG 'Enggan' Menikah.. ;-)